Menurut para ahli, terakhir kali dunia mengalami pandemi global dengan skala yang sama besarnya dengan COVID-19 dan tanpa vaksin, adalah saat menghadapi wabah flu Spanyol yang disebabkan virus H1N1 pada 1918.
Dunia pernah diguncang pandemi virus yang menelan korban jiwa terbanyak dalam sejarah yaitu mencapai antara 17 juta hingga 50 juta orang di mana yang terkena virus ini sudah mencapai 500 juta orang. Pandemi yang dimulai dari tahun 1918 ini berkali-kali lipat dari pandemi covid-19. Dan karena sejarah ini, kita bisa belajar dari peristiwa tersebut.
Flu Spanyol atau juga dikenal sebagai pandemi flu 1918, adalah pandemi influenza mematikan yang luar biasa yang disebabkan oleh virus influenza A H1N1. Di mana peristiwa ini berlangsung sekitar 15 bulan dari musim semi 1918 belahan bumi utara hingga awal musim panas 1919.
Flu Spanyol kemungkinan masuk ke Indonesia melalui jalan darat. Pemerintah Hindia Belanda mencatat, virus ini pertama kali dibawa oleh penumpang kapal dari Malaysia dan Singapura dan menyebar melalui Sumatra Utara.
Virus itu kemudian menyerang kota-kota besar di Jawa pada Juli 1918. Pada awal penyebarannya, penduduk tidak sadar ada sebuah virus yang menyebar cepat dan mengamuk dengan amat ganas. Apalagi saat itu perhatian pemerintah tertuju pada penanganan penyakit menular lain seperti kolera, pes, dan cacar.
Pada awal kedatangannya di Indonesia, hanya sedikit orang yang berpikir bahwa Flu Spanyol itu berbahaya. Bahkan Asosiasi Dokter Batavia menyimpulkan bahwa Flu Spanyol tidaklah berbahaya bila dibandingkan dengan flu pada umumnya.
Akibatnya dalam hitungan minggu, virus itu menyebar ke Jawa Barat (Bandung), Jawa Tengah (Purworejo dan Kudus), dan Jawa Timur (Kertosono, Surabaya, dan Jatiroto). Lalu, menyebar ke pulau-pulau lain.
Menurut Collin Brown dalam buku The Influenza Pandemic 1918 in Indonesia, jumlah korban Flu Spanyol di Indonesia berjumlah 1,5 juta jiwa. Sementara itu Flu Spanyol menyebabkan presentase kematian di Jawa Tengah dan Jawa Timur naik dua kali lipat bahkan lebih.
Tanpa adanya vaksin untuk melindungi diri dari infeksi virus, cara yang bisa dilakukan saat itu adalah dengan menerapkan non-pharmaceutical interventions (NPI) atau intervensi nonfarmasi, yakni langkah-langkah yang dimaksudkan untuk mencegah penyebaran virus dengan mengurangi kontak dalam populasi.
Pelajaran utama yang mereka petik adalah gelombang kedua dari penyebaran virus ini, pada musim gugur 1918, terbukti jauh lebih mematikan ketimbang serangan pada gelombang pertama.
Negara di dunia pada saat itu masih dilanda perang ketika virus tersebut merenggut korban pertama yang tercatat pada Mei 1918. Pemerintah Inggris misalnya, dan banyak negara lainnya, tidak siap dengan wabah ini. Mereka tampaknya lebih mengutamakan perang ketimbang mencegah kematian akibat flu.
Menurut laporan yang dibuat Sir Arthur Newsholme tahun 1919 untuk Royal Society of Medicine, wabah ini meluas bak kebakaran melalap mobil-mobil serdadu dan pabrik amunisi, serta bus-bus dan kereta api.
Namun, "panduan tertulis untuk masyarakat" yang disusunnya pada Juli 1918, berisi anjuran agar orang-orang tetap di rumah jika mereka sakit dan menghindari aktivitas kerumunan, tidak digubris oleh pemerintah.
Sir Arthur berpendapat bahwa banyak nyawa bisa diselamatkan jika aturan-aturan ini diikuti, tetapi ia menambahkan, "Ada beberapa situasi nasional yang harus 'mengedepankan' tugas-tugas utama, bahkan saat menyangkut soal kehidupan dan risiko kesehatan."
Pesan-pesan layanan kesehatan pun membingungkan banyak orang, dan seperti saat ini, banyak kabar bohong dan teori konspirasi bertebaran. Di beberapa pabrik, aturan dilarang merokok dilonggarkan, dengan keyakinan bahwa rokok akan membantu mencegah infeksi.
Dalam sebuah debat tentang pandemi, anggota parlemen dari Partai Konservatif, Claude Lowther, lantang bertanya, "Apakah sudah ada faktanya bahwa cara yang ampuh untuk melawan influenza itu adalah dengan merokok tiga kali sehari?"
Hal yang bisa kita pelajari adalah bahwa zaman dahulu masih banyak orang yang tidak peduli akan bahaya virus. Dan masih banyak orang yang melakukan aktivitas seperti hari pada umumnya. Sehingga yang terjangkit dan meninggal bisa sangat banyak. Maka dari itu ayolah lawan dengan tidak pergi ke luar rumah untuk urusan yang tidak penting dan selalu menggunakan masker dan hand sanitizer untuk mencegah penyebaran virus covid-19