Akibat yang ditimbulkannya sudah barang tentu menjadi masalah kesehatan masyarakat dan segera mendapat perhatian dari Direktoran Pengendalian Penyakit Tidak menular. Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Seringkali, mereka yang mengidap hipertensi tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. Itu berarti 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi.
Faktor Risiko Hipertensi
Seiring bertambahnya usia, kemungkinan mengidap hipertensi akan meningkat. Berikut ini faktor-faktor pemicu yang dapat memengaruhi peningkatan risiko hipertensi:
• Berusia di atas 65 tahun.
• Mengonsumsi banyak garam.
• Kelebihan berat badan.
• Memiliki keluarga dengan hipertensi.
• Kurang makan buah dan sayuran.
• Jarang berolahraga.
• Minum terlalu banyak kopi (atau minuman lain yang mengandung kafein).
• Terlalu banyak mengonsumsi minuman keras.
Risiko hipertensi dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan dengan kandungan gizi yang baik dan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.
Deteksi Sederhana
Cara untuk mendeteksi atau menegakkan diagnosis penyakit hipertensi, sangat sederhana yaitu dengan mengukur tekanan darah menggunakan tensimeter. Hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ? 140/90 mmHg. Pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi membutuhkan waktu lama, seumur hidup dan harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan, maka harus diberikan obat.Sarana dan prasarana untuk diagnosis dan mengobati hipertensi, termasuk mendeteksi kemungkinan terjadi kerusakan organ target atau komplikasi pada dasarnya sudah tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.
Keberadaan Posbindu PTM setiap bulan dalam wadah Desa Siaga aktif di setiap kelurahan sebenarnya sudah cukup untuk mewaspadai dan memonitor tekanan darah dan segera ke Puskesmas/fasilitas kesehatan jika tekanan darahnya tinggi. Melalui Puskesmas dan Posbindu PTM, masyarakat cukup mendapat kemudahan akses untuk mendeteksi atau monitoring tekanan darah nya. Jika mampu membeli tensimeter sendiri untuk memonitor tekanan darah keluarga secara rutin akan lebih baik.
Namun yang paling penting adalah meningkatkan perilaku hidup sehat. Keberadaan Posbindu PTM di masyarakat lebih tepat untuk mengendalikan faktor risiko Penyakit Tidak Menular (obesitas, hiperkolesterol, hipertensi, hiperglikemi, diet tidak sehat, kurang aktifitas dan merokok). Kegiatan deteksi dini pada Posbindu PTM dilakukan melalui monitoring faktor risiko secara terintegrasi, rutin dan periodik. Kegiatan monitoring mencakup kegiatan minimal yaitu hanya memantau masalah konsumsi sayur/buah dan lemak, aktivitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan tekanan darah, dan kegiatan monitoring lengkap yaitu memantau kadar glukosa darah, dan kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana dan IVA.
Tindak lanjut dini berupa peningkatan pengetahuan masyarakat tentang cara mencegah dan mengendalikan faktor risiko PTM dilakukan melalui penyuluhan / dialog interaktif secara massal dan / atau konseling faktor risiko secara terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kasus faktor risiko PTM yang ditemukan yang tidak dapat dikendalikan melalui konseling dirujuk ke fasilitas pelayanan dasar di masyarakat (Puskesmas, Klinik swasta, dan dokter keluarga) untuk tidak lanjut dini.
Panduan pengukuran tekanan darah di rumah
Seperti yang dianjurkan dalam buku panduan PTDR yang disusun tim dokter dari PERHI, langkah pencegahan mandiri ini bisa dilakukan setiap hari sekurang-kurangnya tiga hari sebelum jadwal kontrol di klinik dokter. Namun alangkah lebih baiknya, jika bisa dilakukan setiap hari selama tujuh hari sebelum jadwal kontrol.
Selanjutnya, pengukuran sebaiknya dilakukan pada ruangan yang tenang dan pasien dikondisikan senyaman mungkin. Telapak kaki menapak pada lantai, punggung disandarkan dan lengan diistirahatkan pada meja.
Pasien sebaiknya tidak merokok 30 menit sebelum pengukuran tekanan darah dimulai. Mereka juga tidak disarankan mengonsumsi makanan atau minuman berkafein serta berolahraga. Idealnya, pengukuran tekanan darah di rumah dilakukan pada pagi hari dan malam hari. Jarak waktu antara pengukuran pertama dan kedua adalah 1-2 menit.
Pada pagi hari, PTDR dilakukan setidaknya 1 jam setelah bangun tidur, setelah buang air kecil, sebelum sarapan dan sebelum mengonsumsi obat antihipertensi anjuran dokter. Sedangkan pada malam hari, pengukuran sebaiknya dilakukan sebelum tidur.
PTDR, seperti yang dipaparkan Tunggul, berperan cukup penting dalam upaya deteksi, diagnosis, sekaligus evaluasi terapi yang efektif untuk menggambarkan variabilitas tekanan darah. Banyak penelitian yang juga menunjukkan bahwa PTDR mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan darah di klinik.